View from permata Hijau Suites

 

Jangan Jadi Penonton Ketika Gelombang Cuan Tiba

Pecahnya perang antara Ukraina dan Rusia menyisakan pekerjaan rumah bagi banyak negara. Salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah imbas terhadap ekonomi global. Rusia dan Ukraina sebagai pihak yang berseteru adalah negara dengan peran strategis dalam rantai pasok perdagangan Internasional. Alhasil, meski perangnya berlangsung di Eropa, dampaknya dirasakan meluas ke seluruh dunia. Tersendatnya rantai pasok menyebabkan krisis energi dan pangan dan membuat gejolak harga yang menghantui beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat. 

Krisis ekonomi global saat ini kembali mengingatkan kita akan The Great Depression tahun 1998. 

Ketika resesi menghantam negeri ini di tahun 1998, saat itu ekonomi Indonesia belum ditopang oleh pondasi yang cukup kuat. Sehingga tahun tersebut menjadi mimpi buruk bagi sebagian besar orang. Catatan kelam yang seharusnya tidak boleh terjadi kembali; tepatnya ketika badai krisis kembali melanda seluruh negara di dunia pasca covid dan lantaran pecahnya perang antara Ukraina dan Rusia. 

Semua negara sibuk menyiapkan jaring pengaman agar ekonomi tak semakin memburuk. Namun, tanpa bermaksud jumawa, Indonesia menghadapi badai inflasi kali ini justru dengan kecermatan dan lebih bijak berkat pengalaman krisis 98. Dampak perang dan inflasi tak serta-merta membuat rontok sendi-sendi ekonomi nasional. Bahkan terasa cukup mengejutkan, di tengah pelemahan ekonomi global, Indonesia mampu mencatatkan APBN surplus selama tujuh bulan berturut-turut. Bahkan, pengamat ekonomi optimis melihat ‘situasi dunia yang sedang tidak baik-baik saja’ merupakan peluang Indonesia menyalip di tikungan untuk meraih posisi terbaik; menjadi #IndonesiaMaju dengan Gross Domestic Product (GDP) terkuat 5 besar di dunia. 

Inflasi Inti Tetap Terjaga Rendah

Habis GELAP Terbitlah TERANG Pola Kebangkitan PROPERTI; Kembali Berjaya setelah The Great Depression 

Kita tidak bisa mengabaikan catatan sejarah tentang kondisi inflasi yang pernah menimpa Indonesia di masa lalu. Bagaimanapun, masa lalu bisa memberikan sebuah pijakan bahkan jika dicermati, bisa jadi acuan bagi setiap orang dalam mengambil keputusan untuk hari ini, dan di masa yang akan datang. Kita harus membuka kembali lembar catatan depresi ekonomi yang setidaknya terjadi dua kali, yakni pada 1998 dan 2008. Baik 1998 maupun 2008, dunia Properti mencatat kedua tahun depresi tersebut berakhir dengan diikuti masa kebangkitan ekonomi yang cukup panjang, yaitu tahun 2000-2011, di mana Sektor Properti mengalami property boom. Pada masa itu para investor menikmati masa petik kemakmuran yang cukup panjang, setelah The Great Depression dengan siklus sepuluh tahunan. 

Property Boom adalah suatu kondisi di mana terdapat lonjakan harga properti besar-besaran

Tentu saja kemakmuran ini banyak dinikmati oleh generasi Baby Boomers saat itu yang memiliki kapitalisasi lebih alias yang lebih mapan dibandingkan gen-X di masanya. Bahkan banyak di kemudian hari mereka yang berinvestasi di bidang properti menjadi kaya mendadak. Sebagai gambaran inflasi tahun 1998, nilai tukar 1 USD saat itu sekitar 2.500 Rupiah, tapi tiba-tiba meroket hingga menyentuh kisaran 16.000 Rupiah. Saat itu, mayoritas masyarakat Indonesia tercekik oleh naiknya harga semua komoditas. Tak terkecuali harga properti. Hal ini juga menyebabkan merangkak naiknya harga bahan baku terutama material besi hingga kelistrikannya, sehingga properti melambung tinggi, apalagi yang berada di wilayah pusat kota, nyaris tak terbeli oleh masyarakat, khususnya kaum muda di masa itu. 

Belajar dari pengalaman 1998, jika kita berinvestasi di sektor properti dalam waktu yang tepat, sudah pasti auto jadi sultan.

Take an action! Jangan jadi penonton saat gelombang cuan tiba

Jika membaca pola sepuluh tahunan yang telah terjadi sebelumnya, maka saat ini adalah waktu yang tepat untuk berinvestasi di sektor properti. It’s Time to Buy! 

Akan sangat disayangkan jika gelombang kedua (the second wave) ini tidak dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para milenial atau investor. Apalagi kondisi saat ini tidak serupa dengan krisis di tahun 1998. Di gelombang kedua ini, inflasi atau depresi justru terjadi di saat Indonesia mencatatkan surplus Produk Domestik Bruto (PDB) dan kekuatan atau ketahanan ekonomi nasional mampu membendung laju inflasi. Sesuai dengan Pekik Merdeka Dirgahayu Indonesia; Ekonomi Indonesia Pulih lebih cepat, Bangkit lebih kuat! Pastikan anda bukan jadi penonton saat gelombang keuntungan menghampiri. Are you ready? (PHS/DP)